Jumat, 28 Mei 2010

KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PERUBAHAN HUKUM


Secara ilmiah maupun melalui pengamatan sangat sulit mengetahui adanya kesadaran hukum masyarakat, akan lebih sulit lagi jika ingin mengetahui tingkat kesadaran yang dimiliki oleh mereka.

Untuk mengetahui secara kualitatif, tinggi atau rendahnya kesadaran hukum adalah dengan cara melakukan pengamatan, adapun petunjuk-petunjuk yang perlu diamati

4 indikator petunjuk kesadaran hukum masyarakat

  1. Pengetahuan Hukum
  2. Pemahaman kaidah  kaidah hukum
  3. Sikap terhadap norma-norma
  4. Prilaku Hukum

Motivasi mematuhi hukum

Jika dianalisis lebih lanjut ada bebarapa faktor pendorong  yang menjadikan norma hukum lebih dipatuhi oleh masyarakat

  1. Dorongan yang bersifat psikologis/ kejiwaan.
  2. Dorongan untuk memelihara nilai-nilai moral yang luhur di dalam masyarakat.
  3. Dorongan dalam upaya untuk memperoleh perlindungan hukum.
  4. Dorongan untuk menghindar dari sanksi hukum.

PERUBAHAN HUKUM & PERUBAHAN MASYARAKAT


Persoalan perubahan hukum dan perubahan masyarakat ini dua hal penting, yaitu:

  1. Bagaimana hukum menyesuaikan diri dengan perubahan masyarakat (Hukum berperan pasif).
  2. Sejauh mana hukum berperan untuk menggerakkan masyarakat menuju suatu perubahan yang terencana (Hukum berperan aktif). Disini fungsi hukum sebagai a tool of social engineering/alat rekayasa masyarakat.

Hukum berperan pasif:

Menurut Grossman kaidah sosial yang dapat mengalami perubahan

1.      perubahan pada kaidah-kaidah individual
2.      Perubahan pada kaidah-kaidah kelompok
3.      perubahan pada kaidah-kaidah masyarakat

Hukum berperan aktif

Menurut pendapat ini Law is a tool of social engineering.

Teori ini pertama sekali diperkenalkan oleh Roscoe Pound, aliran ini berpendapat hukum muncul sbg alat  untuk menciptakan perubaan.

Perubahan oleh hukum ini dapat saja didahului oleh penemuan teknologi, kontrak, konflik kebudayaan, gerakan-gerakan sosial, fungsi perubahan fisik, biologis serta kependudukan. Setelah itu baru hukum dipanggil untuk menyelesaiaknan persoalan yang timbul akibat adanya perobabahan tersebut.


Putusan Hakim sebagai a tool of social engineering:

Menurut Roscoe Pound (Friedman, 1953: 350-35) bahwa:
  1. Fungsi “social engineering” dari hukum maupun putusan hakim ditentukan dan dibatasi oleh kebutuhan untuk menyeimangkan antara stabilitas hukum dan kepastian thd perkembangan hukum sebagai alat evolusi sosial.
  2. Kebebasan pengadilaan yang merupakan hal esensial dlm masyarakat demokratis, pembatasan lebih lanjut jika pengadilan menjadi penerjemah- penerjemah yang tertinggi dari konstitusi.
  3. Dalam sistem-sistem hukum, ditangan organ-organ politiklah terletak pengawasan yang tertinggi terhadap kebijakan badan legislatif sehingga fungsi hakim relatif lebih mudah.
  4. Dalam penafsiran preseden dan undang-udang, fungsi pengadilan dapat dan harus harus lebih positif dan konstruktif.
  5. Semakin lebih banyak penggunaan hukum sbg alat pengendalian sosial serta kebijakan dalam masyara kat modern, secara bertahap mengurangi “hukum nya pakar hukum”, dan dgn demikian fungsi kreatif hakim dan sistem hukum kebiasaan berperan.

Alat Bantu bagi Hakim

1. Keterangan pakar

Sering terjadi kekeliruan yang meyebutkan keterangan pakar sebagai saksi ahli, padahal sesungguhnya ada perbadaan asasi antara keterangan saksi dan keterangan pakar.

2. Komputerisasi

Lahirnya ilmu baru di bidang hukum yang disebut dengan Jurimetrik

Ciri khas Jurimetrik:

1.      Berkaitan dgn analisis kuantitatif dari tingkah laku hakim.
2.      Penerapan teori komunikasi dan informasi terhadap ekspressi hukum.
3.      Penggunaan logika matematika dalam hukum.
4.      Mencari kembali data hukum dengan pemanfaatan elektronika dan mekanik.
5.      Merumuskan suatu kalkulus dari prediktabilitas hukum.

Sebelum Jurimetrik dikenal terlebih dahulu dikenal apaa yang disebut dengan law report

Law report itu memuat antara lain:
a.      Judul perkara,
b.      Nomor acara pengadilan,
c.      Tanggal putusan,
d.      Kata pengantar (jenis perkaranya)
e.      Ikhtisar,
f.       Nama pengacara,
g.      Ringkasan pledooi atau surat tuduhan
h.      Ringkasan kenyataan.
i.        Penjelasan pengadilan
j.        Putusan pengadilan

PERUBAHAN HUKUM (MENURUT BEBERAPA AHLI)




Daniel S. Lev

Hukum itu bukanlah hukum tertulis atau perundang-undangan (sebab itu akan menyempitkan arti hukum.

Hukum yang dimaksud dengan perubahan hukum adalah hukum yang ada dalam praktek sehari-hari oleh para pejabat hukum (Hakim, Jaksa, Polisi, Pengacara, dsb) apabila tingkah laku mereka berubah maka hukumpun telah berubah, walaupun peraturan perundang-undangannya masih tetap seperti dulu.

Sinzheimer

Teori Sinzheimer, Ada beberapa makna yang dapat diberikan mengenai pengertian perubahan hukum, antara lain perubahan hukum dalam bentuk pemberian isi konkret terhadap kaidah hukum yang abstrak. Teori ini lebih lanjut dikembangkan Karl Renner.

Karl Renner

Konsep hukum dari masyarakat pra-kapitalisme, tanpa mengalami perubahan secara formal, masih dapat menyesuaikan diri pada masyarakat kapitalisme.

Misalnya Ketika Renner membahas tentang konsep kepemilikan. Semejak dulu penguasaan atas objek pemilikan itu si pemilik hanya memiliki hubungan pada objek pemilikan yaitu benda, namun dalam perkembangannya ke arah kapitalisme telah mengubah secara de facto hubungan tersebut

Bukti perubahan itu misalnya, banyaknya arus perundang-undangan yang mengalihkan barang milik menjadi barang umum, dengan demikian, makna abstrak dari hak milik, yg sementara itu rumusannya tetap saja, telah berubah isinya diakibatkan bergesernya hubungan-hubungan yg diatur oleh kaidah itu menjadi bersifat publik.

Thomas C. Dienes

Perubahan hukum secara formal akan mengakibatkan terlibatnya pula badan-badan yang menggerakkan perubahan itu, dan badan yang dimaksud itu terutama: badan legislatif dan badan peradilan.

Grad

Teori Grad ttg Momen Perubahan:
Untuk menentukan kapan saat yang tepat hukum untuk mengatur tidaklah mudah, sebab mungkin saja suatu kelompok masyarakat membutuhkan pemecahannya, tetapi kelompok lain belum tentu merasakan hal yang sama.

Kelebihan badan legislatif adalah keleluasaannya untuk berfikir dan menimbang-menimbang untuk pembuatan hukum baru, tetapi kelebihan ini sekaligus sebagai kelemahan, krn masa menilai itu tlh ditinggalkan oleh perubahan masyarakat.


Robert Seidman

Bahwa hukum itu tidak demikian saja dapat ditransfer dari suatu masyarakat ke masyarakat yang lainnya, hal ini dikenal dengan istilah;The Law of The Non Transferrability of Law

Hal ini terjadi disebabkan berbedanya perangkat sosial, nilai-nilai sosial yang dianut, stratifikasi sosialnya dan taraf pemikiran warga masyarakatnya.

Max Weber

Perkembangan hukum itu melalui 4 tahapan, yaitu:
1.      Pengadaan hukum melalui pewahyuan (revelation) scr kharismatik (law prophets), (ini sangat berbeda dgn pakar yang mendasarkan pembuatan hukum dari kaidah yg ada sebelumnya)
2.      Penciptaan dan penemuan hukum secara empiris oleh para legal honoratiores”.
3.      Pembenahan (imposition) hukum oleh kekuatan-kekuatan sekuler atau teokratis, bersifat “secular theocratic
4.      Hukum digarap secara sistematis dan dilakukan secara profesional olh yang memeperoleh pdd formal hukum.


Friedman

Ada 3 unsur hukum yang berubah:

1.      Struktur Hukum
Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya, struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu  berjalan dan dijalankan.

2.      Substansi Hukum
Adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melaksanakan perbuatan-perbuatan serta hubungan-hubungan hukum.
Contoh: pada saat pedagang melaksanakan perjanjian antar sesamanya, pd saat itu ia mendasarkan hubungannya pada peraturan perdagangan, dan inilah yang disebut dengan substansi hukum.

3.      Kultur hukum
adalah penamaan untuk unsur tuntutan atau permintaan. Tuntutan tersebut datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum, seperti pengadilan.
Contoh : Jika seorang kreditur menghadapi kredit macet, maka ia dapat menempuh berbagi alternatif:
- kekeluargaan  
- jasa tukang pukul
- arbitrase
- melimpahkan ke pengadilan.



Rabu, 19 Mei 2010

DASAR KEKUATAN BERLAKUNYA HUKUM (PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN)

ADA 3 DASAR KEKUATAN BERLAKUNYA HUKUM (PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN,

1.     Kekuatan Berlaku Yuridis

Dasar kekuatan berlaku yuridis pada prinsipnya harus menunjukkan :

a.      Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan, dalam arti harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.
b.      Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terturama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau sederajat
c.      Keharusan megikuti tatacara tertentu, seperti pengundangan atau pengumuman setiap udang-undang harus dalam Lembaran negara atau peraturam derah harus mendapat persetujuan dari DPRD yang bersanhgkutan
d.      Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

2.     kekuatan berlaku sosiologis

Dasar kekuatan berlaku Sosiologis harus mencerminkan kenyataan penerimaan dalam Masayrakat

Menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, bahwa landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya suatu kaidah hukum diadasarkan pada dua teori yaitu :

a.      Teori kekuasaan, bahwa secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan penguasa, terlepas diterima atau tidak diterima oleh masyarakat.

b.      Teori pengakuan, kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari masyrakat tempat hukum itu berlaku


3.     kekuatan berlaku filosofis

Dasar kekuatan berlaku Filosofis menyangkut pandangan mengenai inti atau hakikat dari kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita hukum (rexhtsdee), apa yang mereka harapkan dari hukum (misalnya apakah untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan, dsb).

Ketiganya merupakan syarat kekuatan berlakunya suatu perturan perundang-undangan yang diharapkan memberikan dampak positif
bagi pencapaian efektifitas hukum itu sendiri

Menurut Satjipto Rahardjo, Ada 4 Karakteristik hukum yang baik agar dapat diterima dimasyarakat,

a.      bersifat terbuka
b.      Memberitahu terlebih dahulu
c.      Tujuannya jelas
d.      Mengatasi goncangan

PENGERTIAN ILMU HUKUM

Menurut beberapa pendapat para ahli, ilmu hukum dapat diartikan sebagai :

J.B. Daliyo,
Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat.

Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Seorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa sehingga sejarah hukum besar perannya dalam hal tersebut.

Satjipto Rahardjo
Ilmu yang mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum untuk memperoleh pengetahuan tentang segala hal dan semua seluk beluk mengenai hukum. Dengan kata lain, ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan”
(Curzon, 1979 : V).

Gijssels dan van Hoecke
Yurisprudence sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisasikan tentang gejala hukum, struktur kekuasaan, norma-norma, hak2 dan kewajiban

Radbruch
Ilmu yang mempelajari makna obyektif tata hukum positif, yang disebutnya juga dogmatik hukum

Paul Scholten
Ilmu hukum adalah bidang studi yang menelaah hukum yang berlaku sebagai suatu besaran

Mochtar Kusumaatmadja
Ilmu hukum positif (dogmatika hukum/legal docmatics) adalah ilmu tentang hukum yang berlaku di suatu negara atau masyarakat tertentu pada suatu saat tertentu. Tujuannya untuk memahami dan menguasai pengetahuan tentang kaidah dan asas-asas untuk digunakan sebagai dasar mengambil keputusan.


Rabu, 12 Mei 2010

FILSAFAT HUKUM


Pengertian


1. Sebagai suatu disiplin spekulatif yang berkenaan dengan penalaran-penalarannya tidak dapat diuji secara rasional (Tammelo).
 
2. Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hukum yang benar, hukum yang adil (H.Kelsen)  

3. Sebagai refleksi atas dasar-dasar dari kenyataan, suatu bentuk dari berfikir sistematis yang hanya merasa puas dengan hasil-hasil yang timbul dari pemikiran itu sendiri dan yang mencari hubungan teorikal terefleksi, yang di dalmanya gejala hukum dapat dimengerti dan dapat dipikirkan (D. Meuwissen)
 
4. Sebagai disiplin yang mencari pengetahun tentang hakikat (sifat) dari keadilan; tentang bentuk keberadaan transenden dan imanen dari hukum; tentang nilai-nilai yang di dalamnya hukum berperan tentang hubungan antara hukum dengan keadilan; tentang struktur dari pengetahuan tentang moral dan dari ilmu hukum; tentang hubungan antara hukum dan moral (Darbellay)

Filsafat hukum dewasa ini memusakan pada pengkajian dwi – tunggal pertanyaan inti.
1. Apa landasan mengikat hukum.
2. Apa kriteria keadilan dr kaidah hukum positif serta sistem hukum sec.keseluruhan

Tujuan Filsafat Hukum

Refleksi teoritis intelektual untuk menemukan hakikat dari asas-asas hukum yang lahir dari suatu aturan hukum.

Will Durant (The Story of Philosophy):

Filsafat diibaratkan sbg marinir yg merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantri. Setelah itu PI (Ilmu) membelah gunung dan merambah hutan menyempurnakan kemenangan itu menjadi pengetahuan. Semua Ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial bermula sebagai filsafat (Filsafat Alam = Fisika; Filsafat moral = Ekonomi)

ALIRAN PENEMUAN HUKUM


a. Legisme

Aliran ini lahir sbg reaksi atas ketidak seragaman hukum kebiasaan pada abad 19 dengan jalan kodifikasi dengan menuangkan hukum secara lengkap dan sistemats dalam kitab undang-undang.

Aliran ini menegaskan bahwa satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, yang dianggap cukup jelas dan lengkap yang berisi semua jawaban terhadap persoalan hukum sehingga hakim hanyalah berkewajiban menerapkan peraturan hukum pada peristiwa konkrit dengan bantuan penafsiran gramatikal.

Pemecahannya melalui subsumptie, dan untuk melaksanakan ini diperlukan syarat-syarat:

1. Undang-undang harus bersifat umum (berlaku bagi setiap orang.
2. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya harus dirumuskan secara abstrak (sehingga berlaku umum)
3. Sistem peraturannya harus lengkap, sehingga tidak ada kekosongan-kekosongan.

Berdasarkan pendapat ini maka semua hukum terdapat di dalam undang-undang, dan hanya undang-undanglah yang menjadi sumber hukum.

b. Historis

Abad ke 20 disadari bahwa UU tidak lengkap, nilai-nilai yang dituangkan tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat, kalau kondisi ini diperta-hankan maka akan terjadi kekosongan hukum.

Akhirnya Von Savigny mempelopori pandangan yang kemudian dinamai Mazhab Historis, yang inti pandangannya adalah ”Hukum tumbuh dari kesadaran hukum bangsa di suatu tempat dan pada waktu tertentu”.

c. Begriffsjurisprudenz 

 
Ketidak mampuan legislator meremajakan undang-undang pada waktunya merupaka alasan dasar untuk memberi peran yang lebih aktif kepada hakim untuk menyesuaikan undang pada keadaan yang baru.

Dalam posisi seperti ini jurisprudensi mulai memperoleh peranan sebagai sumber hukum.Dalam abad 19 lahirlah aliran yang dipelopori oleh Rudolf von Jhering yang menekankan pada sistematik hukum.

Inti ajaran ini menegaskan bahwa; yang ideal adalah apabila sistem yang ada berbentuk suatu piramida, yang mana dipuncak piramida terletak asas utama, dan dari puncak piramida dibuatlah pengertian-pengertia baru (Begriff) dan selanjutnya dikembangkan sistem asas-asas dan pengertian-pengertian umum yg digunakan untuk mengkaji undang-undang.

Lebih memberikan kebebasan kepada hakim ketimbang aliran legisme, hakim tidak perlu terikat pada bunyi undang-undang, dia dapat mengambil argumentasinya dari peraturan-peraturan hukum yang tersirat dalam undang-undang. Dengan demikian lebih bersandar kepada ilmu hukum.

d. Interessenjurisprudenz


Aliran ini sebagai reaksi terhadap aliran Begriffjurisprudenz, aliran ini lebih menitik beratkan kepada “kepentingan-kepentingan” (interessen) yang difiksikan, dan oleh karena itu pulalah aliran ini dinamai dengan “Interesenjurisprudez” yang mengalami masa kejayaan pada awal abad 20 di Jerman.

Pendapat aliran ini:

Bahwa hukum tidak boleh dilihat oleh hakim sebagai formil-logis belaka, akan tetapi harus dinilai menurut tujuannya. 

Adapun yang menjadi tujuan menurut van Jhering adalah “idee keadilan dan kesusilaan yang tak mengenal waktu”

Contoh: bahwa siapa yang dalam proses hak milik benda tidak atas nama, dan dapat menunjukkan penguasanya (bezit) atas benda tersebut, maka ia dibebaskan dari pembuktian.

e. Freirechtbewegung


Reaksi yang tajam terhadap aliran Legisme baru muncul pada sekitar tahun 1900 di Jerman, reaksi ini dimulai oleh Kantorowics dengan nama samaran Gnaeus Flavius.

Aliran ini menantang keras pendapat yang menyatakan bahwa kodifikasi itu lengkap dan hakim dalam proses penemuan hukum tidak memiliki sumbangan kreatif.

Pendapat aliran ini:

Hakim memang harus menghormati undang-undang, tetapi ia dapat tidak hanya sekedar tunduk dan mengikuti undang-undang, melainkan menggunakan undang-undang sebagai sarana untuk menemukan pemecahan peristiwa konkrit yang dapat diterima.

Dapat diterima karena pemecahan yang diketemukan dapat menjadi pedoman bagi peristiwa konkrit serupa lainnya, di sini hakim tidak berperan sebagai penafsir undang-undang, tetapi sebagai pencipta hukum.

PENEMUAN HUKUM


Penemuan hukum ini dilakukan oleh Hakim, dalam penemuan hukum ini ada perbedaan pandangan antara Eropa Kontinental dengan Anglo Saxon. Eropa Kontinental tidak memisahkan secara tegas antara metode interpretasi dengan metode konstruksi, sedangkan Anglo Saxon memisahkannya secara tegas.

Kapan Penemuan Hukum diperlukan ? Ada dua aliran pemikiran:

1. Penganut Doktrin “Sen-clair”

Aliran ini berpendapat penemuan hukum dibutuhkan apabila:
a. Peraturannya belum ada untuk suatu kasus in konkreto, atau
b. Peraturan sudah ada tetapi belum jelas keadaan ini penemuan hukum tidak ada.

2. Penemuan Hukum harus selalu dilakukan.
Hakim selalu dan tidak pernah tidak melakukan penemuan hukum

Jenis Metode Penemuan Hukum

1. Interpretasi
Penafsiran terhadap teks Undang-undang, dengan masih tetap berpegang pada bunyi teks itu. Metode Penemuan Hukum / Jenis Interpretasi :

a. Metode subsumptif
b. Interpretasi gramatikal / bahasa.
c. Intrpretasi historis
d. Interpretasi sistematis
e. Interpretasi sosiologis atau teleologis
f. Interpretasi komparatif
g. Interpretasi futuristis
h. Interpretasi restriktif
i. Interpretasi ekstensif

2. Konstruksi
Hakim menggunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks UU, dimana hakim tidak lagi berpegang kepada bunyi teks, tetapi tidak mengbaikan hukum sebagai suatu sistem.

Syarat utama untuk melakukan konstruksi:
a. Meliputi materi hukum positif
b. Tidak boleh membantah dirinya sendiri
c. Faktor estetis
Intinya harus mengandung materi, kesatuan, logis dan bentuk

Metode Konstruksi :
1. Metode Argumentum Per Analogiam, dan
2. Metode Argumentum A’ Contrario
3. Rechtsvervijnings (Pengkonkritan/penyempitan hukum)
4. Fiksi Hukum

Selasa, 11 Mei 2010

SUMBER HUKUM FORMAL (5) DOKTRIN

DOKTRIN

Pendapat sarjana hukum (doktrin) adalah pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya.

Misalnya hakim dalam memeriksa perkara atau dalam pertimbangan putusannya dapat menyebut doktrin dari ahli hukum tertentu. Dengan demikian hakim dianggap telah menemukan hukumnya melalui sumber hukum yang berupa doktrin tersebut

Pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional (Statue of The International Court of Justice), mengakui dan menetapkan bahwa dalm menimbang dan memutus suatu perselisihan dapat menggunakan beberapa pedoman, antara lain :

a. Perjanjian-oerjanjian Internasional (International Conventions)
b. Kebiasaan-Kebiasaan International (International customs)
c. Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab (The general principles of law recognized by civilsed nations)
d. Keputusan Hakim (Judicial decisions) dan pendapat-pendapat sarjana hukum

Namun doktrin tidak mengikat seperti UU, kebiasaan traktat dan yurispudensi. Doktrin hanya memiliki wibawa yang dipandang bersifat obyektif dan dapat dijadikan sumber penemuan hokum bagi hakim.

Menurut Sudikno Mertokusumo, (dalam buku Sejarah Peradilan.hal.110 ), Pendapat para sarjana hukum yang merupakan doktrin adalah sumber hukum. Ilmu hukum itu sebagai sumber hukum tapi bukan hukum karena tidak langsung mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana undang-undang.

Ilmu hukum baru mengikat dan mempunyai kekuatan hukum bila dijadikan pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan. Disamping itu juga dikenal adagium dimana orang tidak boleh menyimpangi dari”communis opinion doctorum” (pendapat umum para sarjana).

SUMBER HUKUM FORMAL (4) YURISPRUDENSI (PUTUSAN HAKIM)


YURISPRUDENSI (PUTUSAN HAKIM)

Yurisprudensi disebut juga Keputusan Hakim atau keputusan pengadilan. Istilah yurisprudensi berasal dari kata Jurisprudentia (Bahasa Latin), yang berarti pengetahuan hukum (Rechts geleerheid). Yurispudensi biasa juga disebut “judge made law” (hIkum yang dibuat pengadilan).

Kata yurisprudensi sebagai istilah teknis Indonesia, sama artinya dengan kata “Jurisprudentia” (Bahasa Belanda) dan “Jurisprudence” dalam bahasa Perancis yaitu, Peradilan tetap atau hukum peradilan.

Lain halnya dengan istilah Yurisprudence dalam bahasa Inggris, mempunyai arti Teori Ilmu Hukum = Algemene Rechtsleer = Generale Theory of Law. Dalam bhs Inggris istilah yang digunakan untuk menyebut pengertian yurisprudensi adalah case law atau judge made law.

Pada negara yang menganut sistem common law / anglo saxon, yurispiudensi diartikan sebagai Ilmo hukum

Pendapat tentang Yurisprudensi

Apeldoorn : yurisprudensi, doktrin dan perjanjian  merupakan faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum.

Sedangkan Lemaire: yurisprudensi, ilmu hukum (doktrin) dan kesadaran hukum sebagai determinan pembentukan hukum.

Sukdino M : Yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya (judicature, rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa. ( Sudikno Mertokusumo, Sejarah Peradilan.hal.179,)

Ada 2 jenis yurisprudensi :

1.Yurisprudensi tetap keputusan hakim yg terjadi karena rangkaian keputusan yang serupa dan dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standart arresten)

2.Yurisprudensi tidak tetap, ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan menjadi dasar bagi pengadilan (standart arresten)

Dasar Hukum Yurisprudensi di Indonesia

30 April 1847 dikeluarkan Algemene Bepalingen van wetgeping voor IndonesiaIndonesia. yang disingkat A.B. yang termuat dalam Staatsblad 1847 No.23 Diartikan sebagai Ketentuan-ketentuan Umum Tentang Peraturan Perundangan

Pasal 22 A.B (Algemene Bepalingen Van Wetgeving voor Indonesie) berbunyi : “Bilamana seorang hakim menolak menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa peraturan undang-undang yang bersangkutan tidak menyebutnya, tidak jelas, atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut karena menolak mengadili”.
Pasal 16 UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman berbunyi : “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.

Dengan kata lain, hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan.

Berdasarkan ketentuan pasal-paasal ini, terlihat jelas bahwa apabila undang-undang atau kebiasaan tidak memberi peraturan yang dapat di pakai untukj menyelesaikan perkara, seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan perkara terrsebut.   

Sehingga dapat disimpulkan bahwa yurispudensi adalah putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan telah berkekuatan hukum yang kemudian diikuti oleh hakim yang lain dalam peristiwa yang sama.

Hakim bisa menciptakan hukum sendiri, sehingga hakim mempunyai kedudukan tersendiri sebagai pembentuk undang-undang selain Lembaga Pembuat Undang-undang.

Keputusan hakim yang terdahulu dijadikan dasar pada keputusan hakim lain sehingga kemudian keputusan ini menjelma menjadi keputusan hakim yang tetap terhadap persoalan/peristiwa hukum tertentu.


Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dgn isi keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu keputusan mengenai suatu perkara yang sama.


Pembuat Undang-undang = hukum “inabstrakto” (secara umum)

Hakim = hukum “in concreto” (secara khas).





SUMBER HUKUM FORMAL (3) TRAKTAT


TRAKTAT

Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh 2 negara atau lebih yang mengikat tidak saja kepada masing-masing negara itu melainkan mengikat pula warga negara-negara dari negara-negara yang berkepentingan.

  • Traktat adalah perjanjian yang dibuat antara negara, 2 negara atau lebih
  • Merupakan perjanjian internasional yang dituangkan dalam bentuk tertentu
  • Perjanjian terjadi karena adanya kata sepakat dari kedua belah pihak (negara) yang mengakibatkan pihak-pihak tersebut terikat pada isi perjanjian yang dibuat.
  • Trakat ini juga mengikat warganegara-warganegara dari negara-negara yang bersangkutan
  • Dapat dijadikan hukum formal jika memenuhi syarat formal tertentu, misalnya dengan proses ratifikasi.
  • Asas Perjanjian “Pacta Sun Servanda” = perjanjian harus dihormati dan ditaati
    Macam-macam Traktat :

    a. Traktat bilateral,
    yaitu traktat yang diadakan hanya oleh 2 negara, misalnya perjanjian internasional yang diadakan diadakan antara pemerintah RI dengan pemerintah RRC tentang “Dwikewarganegaraan”.

    b.Traktat multilateral,
    yaitu perjanjian internaisonal yang diikuti oleh beberapa negara, misalnya perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-negara Eropa (NATO) yang diikuti oleh beberapa negara Eropa

    c. Traktat Kolektif / Traktat terbuka,
    adalah traktat multilateral yang memberikan kesempatan kepada negara-negara yang pada permulaannya tidak turut mengadakannya, tetapi kemudian juga ikut menjadi pihak yang menyepakatinya. Misalnya, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    Taktat dalam hukum Internasional juga dibedakan menjadi :

    a. Treaty, perjanjian yang harus disampaikan kepada DPR unutk disetujui sebelum diratifikasi oleh kepala negara
    b. Agreement, perjanjian yang diratifikasi terlebih dahulu oleh kepala negara baru disampaikan kepada DPR untuk diketahui.

    Menurut E. Utrecht ada empat fase pembuatan perjanjian antar negara

    1. Penetapan (sluiting) oleh delegasi
    2. Persetujuan oleh DPR
    3. Ratifikasi/pengesahan oleh Presiden
    4. Pelantikan/pengumuman (afkondiging)



    SUMBER HUKUM FORMAL (2) KEBIASAAN (COSTUM)


    Kebiasaan (custom)

    Dapat diartikan sebagai sumber hukum dalam arti formal yang tidak tertulis.

    Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang dilakukan sedemikan rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbullah suatu kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.

    Merupakan sumber hukum yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat dan dipatuhi sebagai nilai-nilai hidup yang positif. Namun tidak semua kebiasaan itu mengandung hukum yang adil dan mengatur tata kehidupan masyarakat sehingga tidak semua kebiasaan dijadikan sumber hukum.

    Selain kebiasaan dikenal pula adat istiadat yang mengatur tata pergaulan masyarakat. Adat istiadat adalah himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan merupakan tradisi yang umumnya bersifat sakral, mengatur tata kehidupan sosial masyarakat tertentu.

    Kebiasaan dan Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu sehingga kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tersebut. Adat istiadat dapat menjadi hukum adat jika mendapat dukungan sanksi hukum.

    Menurut Mr. J.H.P. Bellefroid, hukum kebiasaan disebut “kebiasaan” saja, meliputi semua peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.

    Prof. Soepomo dalam catatan mengenai pasal 32 UUD 1950 berpendapat bahwa “ Hukum adat adalah synonim dengan hukum tidak tertulis dan hukum tidak tertulis berarti hukum yang tidak dibentuk oleh sebuah badan legislatif yaitu hukum yang hidup sebagai konvensi di badan–badan hukum negara (DPR, DPRD, dsb), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan yang hidup dalam masyarakat.”

    Perbedaan prinsipil antara hukum kebiasaan dan hokum adat yaitu,
    1. hukum kebiasaan seluruhnya tidak tertulis sedangkan hukum adat, ada yang tertulis dan ada yang tidak
    2. Hukum kebiasaanberasal dari kontrak social sedangkan hokum adapt berasal dari kehendak nenek moyang agama dan tradisi masyrakat.

    Namun demikian tdk semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yg baik dan adil oleh sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum formal.

    Adat kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yg justru sekarang ini dilarang untuk diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan tidak berperikemanusiaan sehingga bertentangan denagan Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat susila/zinah, perlakunya ditelanjangi kekeliling kampung.

    Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya. Selanjutnya berarti kebiasaan adalah sumber hukum.

    Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB) = Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia = ketentuan2 umum tentang peraturan per UU an untuk Indonesia

    Suatu adat istiadat dan kebiasaan dapat menjadi hokum kebiasaan atau hokum tidak tertulis apabila telah memenuhi syarat-syarat yaitu :

    1. Syarat materiil , kebiasaan itu berlangsung terus menerus, dilakukan berulang2 di dalam masyarakat tertentu dan dilakukan dengan tetap.
    2. Syarat psikologis, ada keyakinan warga masyarakat bahwa perbuatan atau kebiasaan itu masuk akal sebagai suatu kewajiban (opinio necessitatis = bahwa perbuatan tsb merupakan kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) = syarat intelektual
    Keyakinan hukum itu memili 2 arti :
    a. Keyakinan hukum dalam arti materiil (isinya baik)
    b. Keyakinan hukum dalam arti formil (tidak dilihat isinya tetapi ditaati)
    3. Syarat sanksi, adanya sanksi apabila kebiasaan itu dilanggar atau tidak ditaati oleh warga masyarakat.

    Menurut Pasal 15 AB : “Kebiasaan tidaklah menimbulkan hukum, hanya kalau undang-undang menunjuk pada kebiasaan untuk diperlakukan”.

    Contoh : Pasal 1339 KUHS/KUHPerdata. 
    “Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah ditetapkan dengan tegas oleh persetujuan-persetujuan itu, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan-persetujuan itu didiwajibkan oleh kebiasaan”.

    SUMBER HUKUM FORMAL (1) UNDANG-UNDANG

    Undang-Undang (Statue)


    Menurut UU No. 10 tahun 2004 yang dimaksud dengan UU adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden (pasal 1 angka 3). Dengan kata lain dapat diartikan sebagai, peraturan–peraturan tertulis yang dibuat oleh pelengkapan negara yang berwenang dan mengikat setiap orang selaku wagar negara. UU dapat berlaku apabila telah memenuhi persayratan tertentu.


    Dalam istilah hukum UU dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :


    UU dalam arti material: keputusan penguasa / pemerinrah yang dilihat dari segi isinya disebut UU mempunyai kekuatan mengikat umum. Tapi tidak semua UU dapat disebut UU dalam arti meteriil karena ada UU yang hanya berlaku bagi sekelompok orang saja. mis. UU Teroisme, UU Pailit. UU naturalisasi (No. 62 Tahun 1958).


    UU dalam arti formal, keputusan penguasa / pemerintah yang diberi nama UU disebabkan / dilihat dari bentuk dan cara terjadinya dilakuakan secara prosedur dan formal, mis UU APBN


    Menurut Buys, Undang-Undang itu mempunyai 2 arti :


    • Dalam arti formil, yaitu setiap keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara pembuatannya (misalnya, dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan parlemen
    • Dalam arti material, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat setiap penduduk.
    Asas hukum tentang berlakunya UU, yaitu :


    1. UU tidak berlaku surut (Tapi Ada UU tertentu yang berlaku surut)
    2. Asas lex superior derogat legi inferiori, (UU Yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula)
    3. Asas lex posteriori derogat legi priori, (UU yang berlaku kemudian membatalkan UU yang terdahulu (bila engatur hak tertentu yang sama)
    4. Asas lex specialis derogat legi generali (UU yang bersifat khusus menyampingkan UU yang bersifat umum)

    Syarat berlakunya ialah diundangkannya dalam lembaran negara. Dulu oleh Menteri/Sekretaris negara. Sekarang oleh Menkuhham (UU No. 10 tahun 2004).


    Kekuatan berlakunya undang-undang :

    • UU mengikat sejak diundangkan berarti sejak saat itu orang wajib mengakui eksistensinya UU.
    • Sedangkan kekuatan berlakunya UU berarti sudah menyangkut berlakunya UU secara operasional.
    • Agar UU mempunyai kekuatan berlaku harus memenuhi persyaratan yaitu :

    1). Kekuatan berlaku yuridis,

    2). Kekuatan berlaku sosiologis dan,

    3). Kekuatan berlaku fiolosofis.


    Tujuannya agar setiap orang dapat mengetahui UU tersebut (fictie=setiap orang dianggap tahu akan adanya suatu UU = iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare consetur= in dubio proreo, latin).


    Konsekuensinya adalah ketika seseorang melanggar ketentuan hukum tidak boleh beralasan bahwa ketentuan hukum itu tidak diketahuinya. Artinya apabila suatu ketentuan perundang-undangan itu sudah diberlakukan (diundangkan) maka dianggap (difiksikan) bahwa semua orang telah mengetahuinya dan untuk itu harus ditaati.


    Berakhirnya/tidak berlaku lagi jika :


    a. Jangka waktu berlakunya telah ditentukan UU itu sudah lampau
    b. Keadaan atau hal untuk mana UU itu diadakan sudah tidak ada lagi .
    c. UU itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi.
    d. Telah ada UU yang baru yang isinya bertentangan atau berlainan dgn UU yg dulu berlaku.


    Lembaran negara (LN) dan berita negara :


    Pada jaman Hindia Belanda LN
    disebut Staatsblad (Stb atau S), adalah suatu lembaran (kertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) semua peraturan negara dan pemerintah agar sah berlaku. Penjelasan daripada suatu UU dimuat dlm tambahan LN, yg mempunyai nomor urut. LN diterbitkan oleh Menteri sekretaris negara, yg disebut dgn tahun penerbitannya dan nomor berurut, misalnya L.N tahun 1962 No. 1 (L.N.1962/1)

    Pada jaman Hindia Belanda Berita negara disebut De Javasche Courant. Di jaman Jepang disebut Kan Po, adalah suatu penerbitan resmi sekretariat negara yg memuat hal-hal yang berhubungan dengan peraturan-peraturan negara dan pemerintah dan memuat surat-surat yang dianggap perlu seperti : Akta pendirian PT, nama orang-orang yang dinaturalisasi menjadi WNI, dll,
    Catatan : Jika berkaitan dengan peraturan daerah diatur dalam lembaran daerah


    Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut (Pasal 7 UU No. 10/2004) :


    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
    3. Peraturan Pemerintah;
    4. Peraturan Presiden;
    5. Peraturan Daerah (propinsi, kabupaten, desa)