Senin, 16 Agustus 2010

TINDAK PIDANA (3) Rumusan Tindak Pidana


Syarat untuk memungkinkan adanya penjatuhabn pidana adalah adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam UU. Ini merupakan konsekuensi logis dar asas legalitas sebagai prinsip kepastian.

Perumusan delik dalam KUHP biasanya dimulai denga kata ”barangsiapa” kemudian diikuti penggambaran perbuatan yang dilarang atau yang tidak dikehendaki atau diperintahkan oleh UU. Penggambaran perbuatan ini tidak dihubungkan dengan tempat dan waktu, tidak kongkrit dan disusun secara skematis.

Misalnya, Pasal 338 KUHP menggambarkan secara skematis syarat-syarat yang harus ada pada suatu perbuatan agar dapat dipidana berdasarkan pasal (pembunuhan) tersebut.

Dalam setiap per-UU-an hukum pidana selalu disertai perumusan norma hukum dan sanksi. Perumusan normanya ada 3 (tiga) cara :

a.      diuraikan atau disebutkan satu persatu unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan, misalnya pasal 154, 281 dan 305.
b.      tidak diuraikan, tetapi hanya disebutkan kualifikasi delik, misal 297. 351. karen tidak disebutkan unsurnya secara tegas, maka perlu penafsiran historis (contoh: penganiayaan, tiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan ditujukan kepada orang lain yang mengakibatkan sakit atau luka). Cara ini tidak dibenarkan karena memunculkan penafsiran yang berbeda-beda sehingga tidak menjamin kepasatian hukum.
c.      penggabungan cara pertama dan kedua, misalnya pasal 124, 263, 338, 362, dll.

Penempatan norma dan sanksi ada 3 (tiga) cara :

a.      Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu pasal. Cara ini dilakukan dalam Buku II dan III KUHP kecuali pasal 112 sub 2 KUHP
b.      Penempatan terpisah, artinya norma hukum dan sanksi pidana ditempatkan dalam pasal atau ayat yang terpisah. Cara ini diikuti dalam peraturan pidana di luar KUHP.
c.      sanksi pidana talah dicantumkan terlebih dahulu, sedangkan normanya belum ditentukan. Cara ini disebut ketentuan hukum pidana yang blanko (Blankett Strafgesetze) tercantum dalam pasa 122 sub 2 KUHP, yaitu noramnya baru ada jika ada perang dan dibuat dengan menghubungkannya dengan pasal ini.

0 komentar: