1.
Teori
Absolut atau Pembalasan (retributive)
Pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah
melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est).
Penganut teori ini adalah :
Penganut teori ini adalah :
a. Immanuel Kant (Philosophy of Law)
Seseorang harus dipidana oleh Hakim karena ia telah
melakukan kejahatan (Kategorische Imperiatief)
b. Hegel
Pidana
merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan. Kejahatan
adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukum negara yang merupakan perwujudan
dari cita-susila, maka pidana merupakan Negation der Negation (pengingkaran
terhadap pengingkaran).
Teori Hegel ini dikenal sebagai quasi mahte-matics,
yaitu :
1)
wrong being (crime) is the negation of right
2)
punishment is the negation of that negation
Menurut Nigel Walker, penganut teori retributif dibagi
dalam beberapa golongan :
1) Penganut
teori retributif murni (the pure retributivist). Pidana
harus sepadan dengan kesalahan.
2) Penganut
teori retributif tidak murni, dapat dibagi :
a)
Penganut
teori retributif yang terbatas (the limiting retributivist)
Pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan, namun tidak
melebihi batas kesepadanan dengan kesalahan terdakwa. Kebanyakan KUHP disusun
sesuai dengan teori ini yaitu dengan menetapkan pidana maksimum sebagai batas
atas tanpa mewajibkan pengadilan untuk mengenakan batas maksimum tersebut.
b)
Penganut
teori retributif yang distributif.
Pidana jangan dikenakan pada orang yang tidak bersalah,
tetapi tidak harus sepadan dan dibatasi oleh kesalahan X strict liability
2.
Teori
Relatif atau Tujuan (Utilitarian)
Penjatuhan pidana tidak untuk memuaskan tuntutan absolut
(pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan itu sebagai sarana untuk
melindungi kepentingan masyarakat, teori itu disebut :
a.
Teori
perlindungan masyarakat (the theory of social defence ; atau
b.
Teori
reduktif (untuk mengurangi frekuensi kejahatan) ;atau
c.
Teori
tujuan (utilitarian theory), pengimbalan mempunyai tujuan tertentu
yang bermanfaat.
Pidana
dijatuhkan bukan quia peccatum est (orang berbuat kejahatan) melainkan ne
peccetur (agar orang tidak melakukan kejahatan).
Seneca
Nemo prudens punit
quia peccatum est, sed ne peccetur (No reasonable man punishes because there
has been a wrong doing, but in order that there should be no wrong doing : Tidak seorang pun layak
dipidana karena telah melakukan suatu perbuatan jahat, tetapi ia dipidana agar
tidak ada perbuatan jahat).
Tujuan Pidana
untuk pencegahan kejahatan :
a. Prevensi
spesial / pencegahan spesial (special deterrence)
Pengaruh pidana terhadap
terpidana (Bedakan : tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana)
b. Prevensi
general / pencegahan umum (general deterrence)
Pengaruh pidana / pemidanaan
terhadap masyarakat pada umumnya
3. Teori Gabungan
Pembalasan
sebagai asas pidana dan beratnya pidana tidak boleh melampaui pembalasan yang adil.
Dalam ajaran ini diperhitungkan adanya pembalasan, prevensi general, serta
perbaikan sebagai tujuan pidana. Penganut teori ini : Pellegrino Rossi,
Binding, Merkel, Kohler, Richard Schmid dan Beling.
Tujuan Pidana
(Pemidanaan) :
a.
To prevent recidivism (mencegah
terjadinya pengulangan tindak pidana)
b.
To deter other from the performance
of similar acts (mencegah orang lain melakukan perbuatan yang
sama seperti yang dilakukan si terpidana)
c. To provide a channel for the
expression of retaliatory motives (menyediakan saluran untuk
mewujudkan motif-motif balas dendam)
d. To avoidance of blood feuds (untuk menghindari balas dendam)
e. The educational effect (adanya
pengaruh yang bersifat mendidik)
f.
The peace-keeping function (mempunyai fungsi memelihara
perdamaian)
g. To create a possibility for the
release of emotions that are aroused by the crime (menciptakan
kemungkinan bagi pelepasan emosi-emosi yang ditimbulkan atau
diguncang-guncangkan adanya kejahatan)
h. A ceremonial reaffirmation of the
societal values that are violated and challenged by the crime (penegasan
kembali nilai-nilai kemasyarakatan yang telah dilanggar dan dirubah oleh adanya
kejahatan)
i.
To reinforcing social values (memperkuat kembali nilai-nilai
social)
j.
To allaying public fear of crime (menentramkan rasa takut
masyarakat terhadap kejahatan)
k. To conflict resolution (penyelesaian konflik)
l.
To influencing offenders and possibility other than offenders toward
more or less Law-conforming behavior (mempengaruhi para pelanggar dan orang lain ke arah
perbuatan yang kurang lebih sesuai dengan hokum).
1 komentar:
good articles
Posting Komentar