Sabtu, 21 Agustus 2010

Unsur-unsur Hukum Pidana


Hukum pidana dapat didefinisikan sebagai keseluruhan peraturan yang isinya menunjukkan peristiwa
pidana yang disertai dengan ancaman hukuman pada penyelenggaranya.


Hukum Pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum atau kepentingan masyarakat.

Hukum pidana mempunyai keistimewaan yang sering dikatakan sebagai “Pedang Bermata Dua” artinya disatu sisi ia berusaha melindungi kepentingan orang lain (umum), namun di sisi lain ia menyerang kepentingan orang lain, yaitu dengan adanya hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang melakukan perbuatan pidana.



Unsur-unsur Hukum Pidana:

a. Unsur Subyektif : harus ada orang atau pelaku ; dimana pelaku tersebut harus memenuhi syarat-syarat:

1. Bertanggung jawab

Sebab ada orang-orang yang hanya “bertanggungjawab sebagian” karena penyakit yang dideritanya, sehingga orang-orang tersebut dapat digolongkan menjadi orang-orang yang bertanggung jawab sebagian, misalnya:

a. Kliptomani adalah seseorang yang menderita penyakit suka mencuri.
Maksudnya ia tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh UU. Namun tindakan ini dilakukan semata-mata karena penyakitnya. Seorang Kliptoman tidak bertanggung jawab atas “pencurian” yang dilakukan, tetapi ia akan dimintai pertangungjawaban apabila melakukan tindak pidana lainya seperti membunuh, memperkosa dsb.

b. Pyromani adalah seseorang yang menderita penyakit kejiwaan suka membakar. 
Seorang pyromani tidak pernah menyadari bahwa perbuatan “membakar benda/ barang miliki orang lain” adalah suatu perbuatan pidana. Sehingga seorang pyromani tidak bertanggung jawab atas perbuatannya melakukan “pembakaran” , namun ia tetap bertangung jawab atas tindak pidana yang lainnya, misalnya mencuri, membunuh dsb.

c. Nympomani adalah seseorang yang menderita sakit kejiwaan suka berbuat tidak senonoh pada seorang wanita. 
Seorang nympomani tidak bertanggungjawab atas perbuatan “tidak senonoh” yang dilakukan, karena ia tidak menyadari bahwa perbuatan tersebut sesungguhnya dilarang oleh UU. Namun seorang nympomani tetap bertanggungjawab atas perbuatan pidana yang lain, seperti merusak barang milik orang lain, membunuh, mencuri, dsb.

d. Claustrophobi adalah seseorang yang menderita penyakit kejiwaan dimana dia merasa ketakutan yang hebat apabila berada di ruang yang sempit. 
Seorang claustrphopie tidak bertanggungjawab apabila dia melakukan sutau perbuatan pidana, seperti merusak pintu untuk berusaha keluar di tempat yang sempit.

Catatan : Untuk menyakatan seseorang tidak bertangung jawab atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut di atas, maka tentunya harus ada surat keterangan ahli (Psykolog) yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar-benar menderita penyakit tersebut.

2. Tidak ada alasan pemaaf

Artinya bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan pidana namun karena suatu alasan tertentu, maka perbuatannya tersebut bisa dimaafkan.

Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah:
a. Gila
b. Belum dewasa/ belum cukup umur
c. Di bawah pengapuan.

Jadi apabila seseorang yang melakukan perbuatan pidana tersebut memenuhi salah satu alasan di atas, maka perbuatan tersebut bisa dimaafkan.

Menurut UU, anak yang belum dewasa melakukan suatu perbuatan pidana, ada “Tindakan Tata Tertib” yang akan dilakukan oleh negara antara lain:

a. Tetap menjalani pidana dengan ketentuan pidananya adalah maximal 1/3 dari pidana pokok yang diancamkan kepadanya. Misalnya: seorang anak usia 9 tahun melakukan pembunuhan (ps. 238 KUHP) yang ancaman hukumannya 20 tahun, maka ia akan dikenai pidana maximal 1/3 x 18 th = 6 tahun.

b. Dimasukan kedalam “Lembaga Pemasyarakatan Anak” untuk di bina.

c. Dikembalikan kepada orang tuanya, untuk dididik.


b. Unsur Obyektif:

bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tersebut haruslah perbuatan yang memenuhi syarat-syarat:

1. Memenuhi unsur-unsur dalam UU artinya bahwa perbuatan tersebut merupaka suatu perbuatan yang dilarang oleh UU. Jika perbuatan yang dilakukan oleh pelaku tidak memenhui rumusan UU atau belum di atur dalam suatu UU maka perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang bisa dikenai ancaman pidana.

2. Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang melawan hukum.

3. Tidak ada alasan pembenar; artinya bahwa meskipun suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku memenuhi unsur dalam UU dan perbuatan tersebut melawan hukum, namun jika terdapat “alasan pembenar”, maka perbuatan tersebut bukan merupakan “perbuatan pidana”.

Yang termasuk alasan pembenar adalah:

a. Perintah UU/ Jabatan; contoh : Seorang Polisi yang menembak kaki
penjahat yang melarikan diri. Meskipun tindakan Polisi menembak
tersebut perbuatan yang dilarang, namun karena hal ini dilakukan
perintah jabatan, maka tindakan tersebut bisa dibenarkan.

b. Overmacht; contoh : seorang bangunan yang roboh karena bencana
alam sehingga menimbulkan banyak korban. Meskipun pemilik
bangunan adalh pihak yang bertangungjawab atas robohnya bangunan, namun karena robohnya adalah akibat bencana alam, maka hal ini bisa dibenarkan.

c. Keadaan Darurat/ Daya Paksa.; contoh : seorang yang membela diri
karena terpaksa dengan melukai seorang yang telah menodongkan
pistol untuk membunuhnya, akan dibenarkan oleh UU.

KESIMPULAN:
Peristiwa pidana adalah peristiwa yang harus memenuhi dua unsur di atas yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif.


2 komentar:

Anonim mengatakan...

Artikel yang bagus mas..
Btw klo butuh referensi UU NKRI, bisa kunjungi website
http://undang-undang.web.id

cuma orang biasa mengatakan...

Sama2 mas..
Ok thanx bwt link UU nya. :)